02

Baru satu malam yang lalu kita membahas bahwa kuriositas manusia tlah lama terkikis bahkan dari zaman Galileo menemukan jawaban bahwa semesta ini heliosentris. Penerimaan terhadap apa yang terjadi begitu dipaksakan sehingga pertanyaan mengapa itu begini, mengapa ini begitu, dianggap upaya melawan yang seharusnya tak perlu ada.

Aku sedari kecil, termasuk anak yang rasa ingin tahunya sejak dini dipukul mati—yang hanya akan bergeming ketika guru di depan kelas berkata, "Ada pertanyaan?" Semakin dewasa semakin puas dengan jawaban-jawaban, "ya sudah lah, memang begitu adanya," atau "nanti juga aku nemu sendiri jawabannya."

Kini,
sejatinya aku punya banyak pertanyaan tentang dirimu. Tentang apakah aku masih cukup menarik walau akhir-akhir ini obrolan kita semakin seadanya karena suasana hatiku satu-dua hari terakhir ini agaknya kurang baik? Apakah semua ini akan berakhir seperti prediksiku? Aku orang yang membosankan. Kini kau mengerti mengapa kala itu aku berkata demikian, bukan? Tapi semua pertanyaan itu ku bungkam karena... entahlah. Mungkin nanti ku temukan sendiri jawabannya.

Mr. Mendel,
Aku senang bisa mendengar suaramu. Cukup menenangkan hingga menjadi pengantar tidur malam itu. Sejujurnya, aku masih ingin mendengarnya lagi di malam-malam selanjutnya. Ku mohon, jangan kembali menjadi asing lagi, ya.



Bandung, 8 Nov 20.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

#BukaBuku: "Three Days Of Happiness" by Miaki Sugaru

Gimana ceritanya keterima di Zeni? [Part 1]

Beda ya gapapa.