Postingan

#BukaBuku: "Three Days Of Happiness" by Miaki Sugaru

Gambar
Buku "Three Days Of Happiness" ini adalah buku yang gak sengaja gue beli ketika gue lagi iseng mampir ke toko buku. Biasanya, setiap kali gue ke Gramed, gue selalu meniatkan buku apa yang mau gue beli di sana? Buku apa yang emang udah gue incer dari hari-hari sebelumnya? Tapi pengecualian untuk saat itu. Saat itu, gue random aja mengelilingi rak demi rak buat nyari buku fiksi yang sekiranya ngena' dari sinopsisnya dalam sekali baca. Dan tertujulah perhatian gue pada buku ini. Ketika memutuskan buat beli buku ini, gue gak berharap banyak. Kalau seru ya syukur, engga pun yaudalah.. haha. Dan setelah selesai membaca buku ini sebulan kemudian (gue kelarin salah satu buku lain dulu sebelumnya), gue berani menyatakan "gue tidak menyesal memilih buku ini." Buku ini bercerita tentang seorang pemuda bernama Kusunoki yang menjual sisa hidupnya pada sebuah "toko ajaib" karena sedang BU alias butuh uang. Kusunoki ini dulunya anak pintar semasa sekolah dasar, tapi

Bias Konfirmasi: bias yang tanpa sadar dilakuin sampai kita terbiasa.

Bias konfirmasi adalah suatu istilah dalam psikologi yang merujuk pada tindakan ketika seseorang hanya mencari dan menampilkan bukti yang sejalan dengan keyakinan, kepercayaan, ekspektasi, dan hipotesis yang dimiliki [1] . Kalimat tersebut merupakan pengertian bias konfirmasi atau confirmation bias menurut Raymond S. Nickerson dalam jurnalnya yang berjudul Confirmation Bias: A Ubiquitous Phenomenon in Many Guises. Kalau gue coba jelasin pakai kalimat gue sendiri, confirmation bias itu adalah hal yang terjadi ketika kita cuma nyari fakta atau bukti yang mendukung argumen kita doang. Padahal di luar fakta tersebut, ada banyak fakta-fakta lain yang nantinya akan mempengaruhi kebenaran hipotesis yang kita buat di awal. Contoh, kalau seorang pecandu rokok ditanya, apa alasan mereka merokok ? Meski lo jelasin panjang lebar kerugian merokok dari segi kesehatan bahkan segi keuangan, besar kemungkinan mereka akan ngotot mencari pembelaan dan menjabarkan hal-hal positif dari rokok–hasil sear

Beda ya gapapa.

Halo! Tulisan ini sebenarnya kubuat untuk mengvalidasi diriku sendiri. Agar aku tak mengkerdilkan diriku karena tanggapan orang lain maupun hal-hal hebat yang bisa dilakukan orang lain tapi tak bisa kulakukan, karena sejatinya aku hebat dalam melakukan hal lain di samping itu. Manusia tak boleh serakah bukan? Baiklah, pertama-tama mari kita coba buat daftar terkait hal-hal apa saja yang kamu suka, tapi kian lama kian melekat dengan stereotip yang tak menyenangkan dan dipandang sebelah mata. Kamu suka seblak? Gapapa. Seblak emang enak kan? Mamaku kebetulan penjual seblak. Kamu suka pakai pashmina plisket? Gapapa. Walau kalau aku sih sebenarnya lebih suka segiempat polycotton, tapi serius, gapapa! Kamu suka kopi janji jiwa? Gapapa. Emang enak, bukan?! Kamu suka anime? Dibilang wibu? Gapapa. Kamu suka tokyo revenger? Dibilang bocah karena mayoritas penggemarnya anak SD? Gapapa. Kamu—beserta hal-hal hebat dan baiknya dirimu—tidak ditentukan dari apa yang kamu tonton, apa yang kamu makan, a

02

Baru satu malam yang lalu kita membahas bahwa kuriositas manusia tlah lama terkikis bahkan dari zaman Galileo menemukan jawaban bahwa semesta ini heliosentris. Penerimaan terhadap apa yang terjadi begitu dipaksakan sehingga pertanyaan mengapa itu begini, mengapa ini begitu, dianggap upaya melawan yang seharusnya tak perlu ada. Aku sedari kecil, termasuk anak yang rasa ingin tahunya sejak dini dipukul mati—yang hanya akan bergeming ketika guru di depan kelas berkata, "Ada pertanyaan?" Semakin dewasa semakin puas dengan jawaban-jawaban, "ya sudah lah, memang begitu adanya," atau "nanti juga aku nemu sendiri jawabannya." Kini, sejatinya aku punya banyak pertanyaan tentang dirimu. Tentang apakah aku masih cukup menarik walau akhir-akhir ini obrolan kita semakin seadanya karena suasana hatiku satu-dua hari terakhir ini agaknya kurang baik? Apakah semua ini akan berakhir seperti prediksiku? Aku orang yang membosankan. Kini kau mengerti mengapa kala itu aku berka

01

Halo, Mr. Mendel! Terima kasih sudah berkenan menjadi tokoh baru di ceritaku. Walau aku tak tahu akan sepanjang apa chapter ini, tapi ku harap kau tetap ada dengan cerita bahagia sampai kisah ini mencapai epilognya. Mr. Mendel, Terima kasih karena telah menyalakan lampu. Terima kasih telah bekenan memberikan warna di dunia yang tadinya begitu gulita. Semoga kau berkenan bertahan di sini lebih lama. Bandung, 4 Nov 20.

Gimana ceritanya keterima di Zeni? [Part 2]

Nah terakhir kan gue cerita kalo gue dapet email tuh? Pas gue cek emailnya, ternyata pemberitahuan dari Kalibbr kalo HR Zenius melanjutkan proses perekrutan atas lamaran yang gue kirim ke tahap selanjutnya. Seneng banget kan tuh gue! Oh ya, btw pas itu gue nemu lowongan Zenius tuh di Kalibbr. Gue ngelamar posisi Tutor Fisika. So buat kalian yang pengen ngelamar ke Zenius coba cari di Kalibbr aja. InsyaAllah bakal selalu mejeng di situ kok lokernya. Karena Zeni tuh selalu butuh SDM secara tiba-tiba, mendesak wkwk. Jadi ga ada tuh istilah "Oh kita udah cukup orang, ga butuh SDM lagi" Jadi rajin-rajin aja buka Kalibbr ya, hehe. Nah intinya, gue di-invite buat ngobrol-ngobrol dikit via WhatsApp Call sama HR-nya. Kalo ga salah pas itu HR-nya ga nyebutin istilah wawancara, cuma ngobrol doang. Singkat cerita selang beberapa hari gue ditelpon. Sumpah itu gue gugup banget, udah ga jelas gue ngomong apa karena jujur itu pertama kalinya gue interview(>////<) Semua kalimat-kalimat

Gimana ceritanya keterima di Zeni? [Part 1]

Woah, udah lama bgt nih gue ga update! Ya walaupun selama ini gue cuma update curhatan-curhatan galau doang sih haha. Eits! Tapi kali ini beda. Gue mau share dikit tentang pelamaan gue nyari kerjaan sampe akhirnya keterima di salah satu edtech terpopuler di Indonesia, Zenius Education . So, gue mau jujur-jujuran aja guys. Jadi gue tuh termasuk (mantan) mahasiswa yang telat lulus. Waktu studi gue kebilang cukup lama. Yang harusnya selesai 4 tahun, gue perlu waktu menyelesaikan itu sampai 5 setengah tahun:) Gue masuk kuliah tahun 2014 dan dinyatakan lulus dari S1 Fisika IPB Januari 2020, hehe. Alesannya? Entahlah, males kali ya? Hehe. Jangan ditiru ya. Gue bukan males belajar atau jalanin penelitian. Gue seneng bgt belajar, ngulik ini-itu. Tapi... Gue males banget nulis! Apalagi kalo formatnya diatur-atur kek skripsi. Bagi gue itu ribet haha. Jadilah gue lulusnya lama dan banyak bgt dramanya sampe akhirnya gue bisa lulus tuh. Singkat cerita gue lulus, siap nyari kerja, eh pandemi si a***