Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

02

Baru satu malam yang lalu kita membahas bahwa kuriositas manusia tlah lama terkikis bahkan dari zaman Galileo menemukan jawaban bahwa semesta ini heliosentris. Penerimaan terhadap apa yang terjadi begitu dipaksakan sehingga pertanyaan mengapa itu begini, mengapa ini begitu, dianggap upaya melawan yang seharusnya tak perlu ada. Aku sedari kecil, termasuk anak yang rasa ingin tahunya sejak dini dipukul mati—yang hanya akan bergeming ketika guru di depan kelas berkata, "Ada pertanyaan?" Semakin dewasa semakin puas dengan jawaban-jawaban, "ya sudah lah, memang begitu adanya," atau "nanti juga aku nemu sendiri jawabannya." Kini, sejatinya aku punya banyak pertanyaan tentang dirimu. Tentang apakah aku masih cukup menarik walau akhir-akhir ini obrolan kita semakin seadanya karena suasana hatiku satu-dua hari terakhir ini agaknya kurang baik? Apakah semua ini akan berakhir seperti prediksiku? Aku orang yang membosankan. Kini kau mengerti mengapa kala itu aku berka

01

Halo, Mr. Mendel! Terima kasih sudah berkenan menjadi tokoh baru di ceritaku. Walau aku tak tahu akan sepanjang apa chapter ini, tapi ku harap kau tetap ada dengan cerita bahagia sampai kisah ini mencapai epilognya. Mr. Mendel, Terima kasih karena telah menyalakan lampu. Terima kasih telah bekenan memberikan warna di dunia yang tadinya begitu gulita. Semoga kau berkenan bertahan di sini lebih lama. Bandung, 4 Nov 20.

Gimana ceritanya keterima di Zeni? [Part 2]

Nah terakhir kan gue cerita kalo gue dapet email tuh? Pas gue cek emailnya, ternyata pemberitahuan dari Kalibbr kalo HR Zenius melanjutkan proses perekrutan atas lamaran yang gue kirim ke tahap selanjutnya. Seneng banget kan tuh gue! Oh ya, btw pas itu gue nemu lowongan Zenius tuh di Kalibbr. Gue ngelamar posisi Tutor Fisika. So buat kalian yang pengen ngelamar ke Zenius coba cari di Kalibbr aja. InsyaAllah bakal selalu mejeng di situ kok lokernya. Karena Zeni tuh selalu butuh SDM secara tiba-tiba, mendesak wkwk. Jadi ga ada tuh istilah "Oh kita udah cukup orang, ga butuh SDM lagi" Jadi rajin-rajin aja buka Kalibbr ya, hehe. Nah intinya, gue di-invite buat ngobrol-ngobrol dikit via WhatsApp Call sama HR-nya. Kalo ga salah pas itu HR-nya ga nyebutin istilah wawancara, cuma ngobrol doang. Singkat cerita selang beberapa hari gue ditelpon. Sumpah itu gue gugup banget, udah ga jelas gue ngomong apa karena jujur itu pertama kalinya gue interview(>////<) Semua kalimat-kalimat

Gimana ceritanya keterima di Zeni? [Part 1]

Woah, udah lama bgt nih gue ga update! Ya walaupun selama ini gue cuma update curhatan-curhatan galau doang sih haha. Eits! Tapi kali ini beda. Gue mau share dikit tentang pelamaan gue nyari kerjaan sampe akhirnya keterima di salah satu edtech terpopuler di Indonesia, Zenius Education . So, gue mau jujur-jujuran aja guys. Jadi gue tuh termasuk (mantan) mahasiswa yang telat lulus. Waktu studi gue kebilang cukup lama. Yang harusnya selesai 4 tahun, gue perlu waktu menyelesaikan itu sampai 5 setengah tahun:) Gue masuk kuliah tahun 2014 dan dinyatakan lulus dari S1 Fisika IPB Januari 2020, hehe. Alesannya? Entahlah, males kali ya? Hehe. Jangan ditiru ya. Gue bukan males belajar atau jalanin penelitian. Gue seneng bgt belajar, ngulik ini-itu. Tapi... Gue males banget nulis! Apalagi kalo formatnya diatur-atur kek skripsi. Bagi gue itu ribet haha. Jadilah gue lulusnya lama dan banyak bgt dramanya sampe akhirnya gue bisa lulus tuh. Singkat cerita gue lulus, siap nyari kerja, eh pandemi si a***

Rumah.

Hai. Sudah lama sekali rasanya aku tak menulis surat untukmu. Sampai-sampai, rasanya aku lupa bagaimana menyusun kata dan memilih diksi yang tepat agar isi hati dan pikiranku dapat kau baca dengan nyaman. Aku memilih untuk tidak menulis lagi dalam beberapa waktu terakhir, karena kupikir semua rasa yang berkecamuk cukuplah kupendam dan kukubur dalam-dalam. Banyak rasa, banyak kata, banyak tanya yang ingin kuutarakan, namun sudahlah. Kenyataan memaksaku untuk menerima dan melepaskan. Di surat kali ini pun, tak banyak yang ingin kukatakan. Aku hanya ingin sekadar menyapa barangkali kau pikir aku sudah lupa dan menaruh hati pada orang lain yang berbeda. Padahal, ya mana bisa?  Aku tahu, sudah tak seharusnya lagi aku membiarkan perasaan ini tetap ada. Namun ternyata aku tak lebih dari seorang anak yang mainannya direbut. Padahal nyatanya tak ada yang merebut. Aku melepasnya dan ketika seseorang mengambilnya, aku menginginkannya kembali. Bodoh. Aku yang bodoh. Terlepas dari kebodohan yang ku

#11

Sampai detik ini, rasanya masih banyak kata yang tercekat di ujung lidahku. Ingin kuutarakan namun percuma. Rasa-rasanya kau tak kan peduli. Kau tak ingin lagi mendengar. Surel yang terakhir kukirim pun hanya berakhir dengan pengabaian. Aku mencurahkan apa saja yang sekiranya kupendam, dengan bahasa yang sepertinya sulit dimengerti, bahkan olehku sendiri. Perasaanku padamu saat ini terlampau rumit hingga aku tak menemukan pilihan kata yang tepat untuk menggambarkannya. Intinya aku masih rindu kamu, sangat. Tapi aku takut kita berdua lagi-lagi nantinya hanya akan menyakiti satu sama lain. Aku dengan ego dan emosiku; kau dengan bayang-bayang masa lalumu yang membuatku merasa bahwa aku hanya pelarianmu semata, bahkan setelah satu tahun lamanya. Perihal kesibukanmu yang menyita waktu, itu tak pernah kupermasalahkan lagi. Aku sekarang pandai mencari kesibukanku sendiri. Hanya satu hal itu saja yang masih tak bisa kuterima; kau yang masih dibayangi masa lalumu. Jujur sampai saat ini aku masi

Balada Cinta di Usia Duapuluh Tiga

Di usiaku yang kian dewasa ini, aku belajar bahwa menjalin hubungan tidak cukup dengan hanya saling sayang.  Aku sayang kamu; kamu sayang aku; lantas kita jadian. Nggak.  Gak segampang itu.  Aku belajar bahwa ternyata ada banyak hal di  samping itu yang mesti dikompromikan.  Tentang bagaimana kita saling bicara.  Bagaimana kita menyampaikan isi hati dan kepala. Percuma kita saling sayang tapi pada satu sama lain kita tak saling paham. Aku sangat lelah jika seumur hidupku habis hanya untuk menerjemahkan. 

Gimana Ya, Caranya Biar Gak Jadi Si Socially Awkward?

DISCLAIMER: Tips ini kutulis berdasarkan pengalamanku yang aku rasa cukup ampuh di diriku. Aku tidak menjamin bahwa ini akan bekerja dengan sama baiknya jika diterapkan oleh orang lain, karena setiap orang memiliki latar belakang dan kondisi yang berbeda-beda. Kembali lagi, apapun masalahnya, jika dirasa benar-benar mengganggu dan tak dapat kau atasi sendiri, segera minta bantuan profesional, ya! :) Ada gak sih, dari kalian yang gak berani buat ke Alfamart, McDonalds , ke toko-toko perbelanjaan, gara-gara gak bisa ngomong sama kasirnya? "HAAAH??!!! Masa gitu doang gak bisa? Seriusan beneran ada?" Reaksi pertama kalian ketika membaca kalimat awal tulisanku pasti seperti itu. Jawabannya, ya. Ada. Mereka takut berinteraksi dengan orang-orang yang mereka temui di tempat umum, salah satunya kasir. Apa yang ditakutkan? Macam-macam. Takut gagap. Takut pas order pesanan di McDonalds suaranya kaya tikus kegencet terus dijudge ini-itu sama kasirnya. Takut pas ngeluarin uang, uangnya be

#10 — Ruang Tunggu

Apa yang kau harapkan dari seseorang yang kau temui di ruang tunggu? Bukankah sudah jelas, dari nama tempatnya saja cukup menjelaskan bahwa ada seseorang yang begitu ia nanti kedatangannya? Begitu seseorang itu datang, ia akan menyambutnya, menggandengnya dan lantas mereka pulang. Tinggallah kau sendiri. Tapi sebentar..  kau sendiri, apa yang menuntunmu ke ruangan ini?  Bukankah kau ada di sini karena kau pun mempunyai seseorang yang kau tunggu?  Atau bahkan peranmu menjadi seseorang yang kedatangannya ditunggu, dan kau mencari seseorang yang hendak menjemputmu? Bukan begitu?  Akan sangat menggembirakan jika kenyataannya begitu.  Mungkin kau hanya perlu mencari sekali lagi di setiap sudut ruangan—seseorang yang menunggumu pulang. Semoga berhasil! Terima kasih telah berkenan menjadi teman berbincang.  Aku dan dia pamit pulang. 

#8 — Infinite Loop

Rasanya sudah lama aku tidak berbicara denganmu seperti ini. Selama sepekan ini, ada banyak hal yang ingin ku ceritakan. Yang sebenarnya juga mungkin kau sudah tahu. Kau ingat saat aku bercerita tentang interview pertamaku yang nyaris saja kukacaukan kemarin? Aku bahagia bukan main saat kau datang menyapa dan bersedia memasang kuping. Aku bahagia bukan main menyambutmu singgah kembali walau sebentar. Ada banyak hal yang ingin ku sampaikan, mengingat kesempatan untuk berbicara denganmu rasa-rasanya sama langkanya dengan kesempatan bisa makan di Ayam Cipo. Ada banyak kata yang berebutan minta diutarakan, minta dikeluarkan dari hati dan kepala, namun ujung-ujungnya aku hanya bisa berkata, "jangan lupa bahagia!" Ya gapapa sih. Seperti yang ku bilang di instagram saat itu, pada dasarnya inti dari semua do'aku adalah hanya ingin kau bahagia. Cukup itu yang kau dengar, sejatinya. Besoknya aku kembali menghubungimu saking girangnya aku mendapat kabar baik. Ternyata Mbak HRD-nya b

#7 — Tipe-ex

Yang ku takutkan selama ini ternyata benar, Bang. Ternyata aku hanya berlari. Ternyata aku tak benar-benar menginginkannya—si rumah dengan perapian dan cokelat panas yang ku ceritakan tempo hari. Bukan, aku bukan menyukainya. Aku BERUSAHA menyukainya, agar dapat melupakan perasaanku padamu. Nyatanya rasa ini masih utuh untukmu, Bang. Aku harap kau tak membaca tulisanku ini karena aku ingin kau hanya melihatku yang terus berpura-pura. Berpura-pura sudah lupa; berpura-pura sudah tak cinta. Dulu, jaman kita masih sekolah, jika ada kesalahan saat menulis, kita bisa menghapusnya menggunakan tipe-ex. Padahal alat itu sama sekali tidak menghapus. Ia hanya menutup, menambal, agar tulisan yang salah tak lagi terlihat. Aku merasa, masih mencintaimu adalah sebuah kesalahan. Kesalahan yang nantinya ku takutkan akan membuatmu benar-benar pergi. Maka dari itu, sebisa mungkin ku tutupi dengan kedok "berteman" agar sekadar bertegur sapa denganku, kau masih tetap nyaman. Maafkan aku yang masi

#6 — Jangan sampai dia dengar.

Sini! Kemarilah! Aku akan membisikkanmu sesuatu. Tapi janji ya, jangan beri tahu siapa-siapa. Janji? Ini mungkin akan sedikit mengejutkan tapi baiklah, akan ku katakan. Aku sedang menyukai seseorang. Hei, suaraku tidak terlalu keras, 'kan? Aku takut dia dengar. Apa? Kau penasaran siapa dia? Hmm.. Kau tahu karakter Spongebob? Si kuning yang selalu bersemangat dan tertawa seolah tak pernah ada masalah yang berarti di hidupnya. Mungkin itu penggambaran pertama yang dapat ku sematkan padanya. Bedanya, dia tidak berwarna kuning. Ya. Dia orang yang selalu bersemangat, dan yang ku sukai darinya, dia selalu menularkan semangat itu pada orang-orang di sekitarnya—termasuk aku yang pada saat itu dunianya gelap selepas hatiku patah. Dia orang yang punya banyak cinta pada genggamannya, dan selalu dengan sukarela membagikannya dengan tulus pada siapapun yang membutuhkannya—termasuk aku. Aku taksir, mungkin dia pun sama seperti Spongebob; selalu mengawali hari dengan "Aku siap! Aku siap!&quo

#5 — Aku si tokoh jahatnya.

Hai. Tulisan ini masih tentangmu. Tentang seseorang yang sekarang sudah menemukan rumah barunya. Entah kau sebut apa persinggahanmu kali ini. Rumah? Motel? Apartemen? Atau warnet yang selalu menjadi satu-satunya tempat pulang saat kau tak betah di rumah? Apapun itu. Aku mengambil kemungkinan terpahit untukku, bahwa kau telah menganggapnya rumah untuk sementara—ku harap sementara. Maaf kemarin aku meledak begitu saja saat mengetahui ada seseorang mengisi hari-harimu kini. Aku kecewa. Sedih. Marah. Tak terima. Kok bisa ya secepat itu aku tergantikan? Kok bisa ya hanya aku sendiri yang masih merawat dan menyiram rasa sayang ini agar tetap sama seperti saat kita masih bersama? Kok bisa ya begini? Kok bisa ya begitu?—seperti itu fikiranku kemarin, dipenuhi pertanyaan-pertanyaan "kok bisa?". Tapi setelah ku fikir lagi, itu sepenuhnya hakmu. Sudah dua bulan dan tentu saja kau butuh seseorang untuk kembali mewarnai hari-harimu. Awalnya aku berfikir, kenapa bukan aku? Aku masih bisa m

#4

pagi ini aku dibangunkan sinar matahari yang menyelinap lewat tirai di balik jendela ruang tamu. masih pukul 06.42 ternyata. biasanya aku bangun lebih siang dari ini. tentu kau tahu kebiasaanku, bukan?  malam ini aku tertidur di ruang tamu, setelah ku habiskan malam dengan tisu yang berserakan dimana-mana. maaf, aku menangis lagi.  sudah dua bulan tapi aku tak kunjung berhenti menangisimu.  menangisi kebodohanku yang begitu saja melepasmu, lebih tepatnya.  maaf karena semalam aku meneleponmu. aku tak kuasa lagi menahan diri untuk tidak mengusikmu. sekuat tenaga aku menahan rinduku selama ini dan kini ia membuncah. berontak minta ditujukan kepada si empunya. aku menangis setelah kau menolak panggilanku begitu saja. aku tak terima keberanian yang segenap tenaga ku kumpulkan kau abaikan begitu saja. tanpa alasan. tanpa penjelasan.  hingga aku berspekulasi bahwasanya kau memang tak ingin aku hadir lagi. baiklah, aku pergi.  aku menangis semalaman hingga dadaku sesak. hidungku, seperti yang

#3

[tadinya di sini ku tuliskan namamu. namun setelah ku fikir, mungkin kau akan sedikit terganggu dengan itu.] di tulisan kali ini aku mencoba beranikan diri untuk menyebutkan namamu. Barangkali kamu baca, dan semoga saja perasaanku tersampaikan.  dibandingkan memanggilmu "abang" sebagaimana teman-temanmu biasa memanggilmu, aku lebih senang menyebutkan namamu seperti ini. karena sejatinya namamu indah. dan ku rasa biarlah begitu seharusnya, tak perlu menggantinya. [di sini juga semula aku menuliskan namamu..]   kalau kamu jeli, beberapa hari terakhir ini aku gemar sekali mengunggah story di instagram, bukan? tak seperti aku yang biasanya, yang lebih senang berkicau dan membenamkan diri di twitter.  kamu tau kenapa?  aku ingin memastikan adakah kamu melihat unggahanku. karena hanya dengan begitu aku tau bahwasanya kamu baik-baik saja. "oh, dia masih sempat buka instagram. syukurlah, setidaknya mungkin dia baik-baik saja", begitu fikirku setiap kali ku lihat namamu ada

#2

"kak, pernah ga, berusaha keras buat lupain dan ga ngechat mantan tapi akhirnya pertahanan runtuh saking kangennya dan nyerah buat ngechat dia?"  ————— kemarin aku bilang, bahwa aku sedang mengupayakan untuk tidak menyapamu lagi. tapi ternyata gak semudah itu. hehe. udah nyoba sebisa mungkin tapi ujung-ujungnya aku tetap merasa perlu tau kabar kamu.  aku nanya sama kakak-onlineku di twitter. dia bilang aku harus maksain diri; tahan diri. cari kegiatan yg bikin endorfin dan dopaminku meningkat setara saat aku bersamamu. tapi.. nyatanya aku belum bisa.  ————— makasih ya, udah mau balas chatku.  makasih, masih mau bantuin aku bikin surat lamaran di sela-sela kesibukan kamu. sumpah, it made my day. seneng bgt akhirnya bisa ngobrol sama kamu lagi. dan yg lebih nyenengin lagi, kamu pake share foto-foto kita segala waktu jaman pacaran dulu. maksudnya apa? mau bikin aku ge er? mau bikin aku mikir kalo kamu juga kangen akan memori-memori di balik foto-foto itu? iya? aku masih suka li

#1

i just broke up with my-almost-2years-boyfriend. my lovely (ex) boyfriend. my really kindhearted (ex) boyfriend. tbh, i still love him so much, until the day. gue yg mutusin doi krn satu-dua hal yang agak sulit gue jelasin di sini. yg pasti bukan karena orang ketiga. sama sekali bukan. bodohnya, gue yg mutusin; gue yg ga ikhlas, haha.  kayanya patah hati kali ini benar-benar hal baru buat gue. sebelumnya gue udah sering menjalin hubungan. dan tentunya sering juga kandas gitu aja. seringnya gue yg ninggalin gitu aja. gue yg nyakitin. tanpa ada penyesalan. tanpa ada perasaan yg tersisa. mungkin karena itulah, sesekali cewe brengsek kaya gue juga sangat amat perlu diberi pelajaran. mama sampe capek dan bilang, "kamu mah kebiasaan, anak orang diputusin mulu." dan dari dulu, setiap kali putus gue tuh ga pernah benar-benar sendirian. putus dari yang satu, seminggu kemudian udah dapet gantinya. kaya kutu loncat tau ga? maka dari itu, sedari dulu gue ga pernah benar-benar sendiri. gu